Corona dan Skripsi, Apa Hubungannya? (Bagian Pertama)


Bismillah, hi teman-teman onlineku!
Gimana kabarnya kalian disana? Semoga selalu dalam keadaan sehat ya!
Tetap #dirumahaja dan #jagajarak yap! Udah lama nih Sarah belum nulis lagi disini (sebenernya udah ada draft tulisan tapi belum sempat diselesaikan dan malah keduluan sama tulisan ini)

Beberapa hari terakhir Sarah dapat banyak kabar dan berita bahwa banyak buruh atau pekerja kontrak yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) oleh pihak perusahaan ditengah masa pandemic ini. Jujur, sedih banget karena sebelumnya pernah bahas ini selama 2 tahun terakhir dan beneran terjadi. Loh kok bisa bilang gitu sih? Jadi gini temen-temen, 2 tahun lalu atau sekitar pertengahan tahun 2018 angkatanku itu lagi sibuk-sibuknya mempersiapkan judul untuk bisa ikut seminar proposal skripsi (karena di kampusku seminar proposal dilakukan saat awal semester 7 secara serentak sebelum pelaksanaan praktikum II). Nah disitu Sarah udah paling akhir banget dapat acc judul sampai masuk gelombang ketiga, banyak banget pertimbangan yang dilakukan karena udah kehabisan kuota tema penelitian juga (jadi curhat kan). Jadi apa hubungannya? Alhamdulillah, pada akhirnya Sarah dikasih kesempatan oleh Allah untuk melakukan penelitian tentang coping strategy pekerja kontrak dalam memenuhi kebutuhan dasar di salahsatu perusahaan farmasi besar di wilayah Jawa Barat. Ini termasuk pekerjaan social di bidang industry..

Udah nemu benang merahnya? Ya! Tentang pekerja kontrak yang saat ini lagi dalam masa yang tidak menyenangkan karena harus terkena PHK, lalu bagaimana coping strategy mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar khususnya ditengah masa pandemic ini? Tanpa pekerjaan? Tanpa penghasilan? Bagaimana bisa bertahan?

Mari kita ingat bahwa Allah sudah menjamin rezeki setiap hamba-Nya, semua sudah tertulis di dalam Lauh Mahfuz.
 Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)” (QS. Hud [11]: 6).

Tenang, rezeki bukan hanya tentang materi meskipun pada masa ini semua membutuhkan kebutuhan dasar khususnya pangan untuk tetap bertahan hidup. Lebih dari sekedar itu, kenikmatan iman dan islam, waktu bersama keluarga, kesehatan, teman yang baik, merupakan beberapa dari sekian banyak rezeki yang kalau ditulis dengan tinta sebanyak tujuh kali lautan dibumi pun tidak akan cukup. Alhamdulillah..

Ok kembali lagi. Bekerja menjadi buruh atau pekerja kontrak menjadi salah satu pilihan untuk bertahan hidup. Salah satu hal yang menjadikan alasanku mengambil tema ini karena pada saat ini semakin banyak perusahaan yang menggunakan sistem kerja kontrak. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 59 ayat 1: “Pengertian karyawan kontrak adalah karyawan yang bekerja pada suatu instansi dengan kerja waktu tertentu yang didasari atas suatu perjanjian atau kontrak dapat juga disebut dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja yang didasarkan suatu jangka waktu yang diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun.” Adanya sistem kerja kontrak ini membuat posisi pekerja/buruh menjadi semakin lemah karena tidak adanya kepastian kerja, kepastian upah, jaminan sosial, jaminan kesehatan, pesangon jika dilakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan membuat pekerja tidak dihadapkan pada banyak pilihan kecuali dengan menerima kondisi yang ada.
Kegelisahan pekerja kontrak atau buruh pada setiap akhir masa kontraknya dapat menyebabkan situasi kurang menyenangkan. Sistem gaji pekerja kontrak biasanya diberikan sebesar UMR yang terkadang tidak dapat memenuhi untuk pemenuhan kebutuhan dasar, terutama bagi pekerja single income. Pemenuhan kebutuhan dasar pekerja tidak hanya untuk dirinya sendiri, namun masih ada keluarga yang harus dipenuhi kebutuhannya. Berbagai tekanan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar dapat menyebabkan pekerja kontrak mengalami kondisi yang sulit. (beberapa kalimat ini ada dibagian latarbelakang skrispsiku, tapi belum bisa dibaca oleh banyak orang mohon do’anya saja semoga……………..)

Meskipun gaji yang didapat dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, namun mereka kesulitan untuk mempersiapkan tabungan bagi masa yang akan datang. Hal ini berkaitan dengan kelangsungan hidup jika suatu saat terjadi goncangan dalam kehidupan mereka. Kondisi yang sulit, khususnya untuk memenuhi kebutuhan dasar dapat menjadikan mereka rentan terhadap kemiskinan sehingga dapat menimbulkan berbagai permasalahan lain dalam kehidupannya. Seperti yang terjadi pada saat ini, goncangan itu qadarullah terjadi terhadap banyak pekerja kontrak yang ada di Indonesia. Berdasarkan BBC News Indonesia pada 30 April 2020 menyebutkan bahwa jumlah pekerja yang terimbas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena wabah virus corona sudah mencapai dua juta orang. Hari buruh yang jatuh pada Jumat (1/5) pun disambut dengan suram oleh para buruh yang kehilangan pekerjaan dan tidak dapat menyuarakan aspirasinya ke jalan karena adanya Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB).


Coping strategy menurut Folkman (1984) adalah suatu pola tingkah laku maupun pikiran-pikiran yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan dalam situasi yang menekan dan menegangkan. Cohen dan Lazarus dalam Folkman (1984) menambahkan tujuan perilaku coping strategy yaitu  untuk mengurangi kondisi lingkungan yang menyakitkan, menyesuaikan dengan peristiwa-peristiwa atau kenyataan-kenyataan yang negatif, mempertahankan keseimbangan emosi, mempertahankan selfimage yang positif, serta untuk meneruskan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Berdasarkan pengertian tersebut, para pekerja yang mengalami PHK sangat membutuhkan coping strategy yang baik untuk menghadapi masa-masa sulit ini.

Jika dihubungkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, menggunakan tujuh aspek coping strategy dari beberapa aspek yang diambil dalam Journal Assessing Coping Strategies: A Theoritically Based Approach karya Charles S. Carver, Jagdish L, & Michael F. (1989), yaitu keaktifan diri, perencanaan, control diri, mencari dukungan yang bersifat instrumental, mencari dukungan yang bersifat emosional, penerimaan dan religiusitas. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa pekerja yang menghadapi goncangan dapat memaksimalkan coping strategy yang dimiliki dalam dirinya, terutama pada upaya untuk mencari dukungan social yang bersifat instrumental.

Mencari dukungan sosial yang bersifat instrumental antara lain dukungan yang diperoleh dari luar diri sendiri seperti bantuan, informasi-informasi dan nasihat yang dapat membantu dalam penyelesaian masalah. Aspek ini memiliki jumlah rata-rata nilai terkecil jika dibandingkan dengan aspek lain dalam penelitian yang telah dilakukan. Hal ini menggambarkan bahwa tidak semua orang bisa melakukan upaya mencari dukungan sosial yang bersifat instrumental dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan baik. Pekerja yang terkena PHK seharusnya dapat mengetahui pelayanan apa saja yang dapat di akses dalam membantu permasalahan pemenuhan kebutuhan dasar dan harus mampu mempersiapkan diri agar dapat menghadapi permasalahan dengan lebih baik sehingga akan menemukan solusi terbaik seiring dengan berjalannya waktu.

Baik, Sarah beri gambaran bahwa pekerja kontrak yang menjadi responden penelitian pada saat itu tidak dalam masa pandemic virus covid-19 seperti sekarang. Tetapi mayoritas jawaban hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka membutuhkan dukungan yang bersifat instrumental, seperti bantuan, informasi-informasi dan nasihat yang dapat membantu dalam penyelesaian masalah. Sangat relevan bukan dengan kondisi yang dialami saat ini?

Terimakasih sudah mau membaca bagian pertama, sampai bertemu di tulisan selanjutnya! Semoga bisa segera diselesaikan. Salam sehat! Barakallahu fiikum.

Sukabumi, 2 Mei 2020/ 9 Ramadhan 1441H


Ayo mampir ke http://jurnal.poltekesos.ac.id/index.php/lindayasos/article/view/249

Comments

Popular posts from this blog

Operasi Odontektomi, Sakit Gak Sih?

Makalah Lanjut Usia Terlantar

Broken Home Isn’t Broken Dreams