Broken Home Isn’t Broken Dreams



Bismillah..
Hi! Apa kabar? Sudah bersyukur kah hari ini? Semoga sudah ya, karena kamu. Iya kamu, bisa diberikan kesempatan untuk membaca tulisanku ini. Alhamdulillahirabbil’alamin.
Ok, jadi disini aku akan membahas tentang Broken Home. Sebenarnya ini adalah catatanku saat mengikuti kajian yang disampaikan oleh Teh Ica. Izinkan aku untuk membagikan semangat positif ini untuk kita semua ya? Sudah siap? Baiklah, ucapkan lagi Bismillahirrahmaanirrahiim..

Broken Home?
Apasih yang kalian pikirkan saat mendengarkan dua kata ini?
Broken; rusak, patah, pecah, hancur, sempal, putus-putus
Home; rumah, keluarga, sekandung, kampung halaman, naungan, pautan, dan lainnya

Oxford Dictionary, menjelaskan bahwa “broken home is a family in which the parents are divorced or separated”, banyak orang mengatakan bahwa broken home adalah keluarga yang mengalami disharmonis antara ayah dan ibu, dimana adanya suatu kondisi keluarga yang saling berpisah, bisa karena bercerai, meninggal, pergi dan hilang atau karena keributan yang terus menerus terjadi didalam keluarga.

Kalau menurut PERMENSOS No. 08 Tahun 2012 (karena aku anak STKS jadi bahas ini juga heheh) Tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial  dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, Keluarga bermasalah sosial psikologis adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami-istri, orang tua dengan anak kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar. Dengan Kriteria: (a) suami atau istri sering tidak saling memperhatikan atau anggota keluarga kurang berkomunikasi; (b) suami dan istri  sering bertengkar, hidup sendiri-sendiri walaupun masih dalam ikatan keluarga; (c) hubungan dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar tidak mau bergaul/berkomunikasi; dan (d) kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang terpenuhi.

Jadi, sudah tergambar kan seperti apa Broken Home itu?
Yap! Pasti banyak dari kita atau kalian yang merasa bahwa korban dari hal tersebut adalah anak. Berdasarkan data dari KPAI sepanjang periode 2011-2016, tercatat 4.294 pengaduan kasus anak korban pengasuhan keluarga. “Anak-anak korban perceraian rawan mengalami perebutan hak asuh, pelanggaran akses bertemu orang tua, penelantaran hak diberi nafkah, anak hilang, serta menjadi korban penculikan keluarga”, ujar Rita Pranawati (Komisioner KPAI) dalam Republika.

Padahal harusnya kita tahu bahwa anak memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi berdasarkan Konvensi Hak Anak, yaitu:
1.    Hak untuk Bermain
2.    Hak untuk mendapatkan Pendidikan
3.    Hak untuk mendapatkan Perlindungan
4.    Hak untuk mendapatkan Nama (Identitas)
5.    Hak untuk mendapatkan status Kebangsaan
6.    Hak untuk mendapatkan Makanan
7.    Hak untuk mendapatkan akses Kesehatan
8.    Hak untuk mendapatkan Rekreasi
9.    Hak untuk mendapatkan Kesamaan
10. Hak untuk mendapatkan Peran dalam Pembangunan
(Ini ada lagunya yang diajarin sama Ibu Irni saat kuliah kelas kajian Anak hehe)


Eits tunggu dulu, jangan melulu menyalahkan keadaan loh guys. Meskipun aku, kamu, kita atau kalian merupakan anak yang mengalami broken home, bukan berarti kita gak bisa melanjutkan kehidupan. Dunia ini luas meskipun hanya sementara, dunia ini ada yang punya, jalan hidup kita udah ada yang mengatur dan sudah tercatat di Lauhul Mahfudz.

“Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfudz)” (QS. Ar-Rad: 39)

Jadi, mulai sekarang ayo kita mencoba belajar untuk selau intropeksi diri sebelum menyalahkan orang lain. Kita harus bisa memaafkan masa lalu dengan banyak hal, contohnya adalah dengan fokus berkarya dan membahagiakan orangtua. Gimana sih caranya?
Ada beberapa cara yang aku dapatkan dari kajian ini, yang pertama adalah kita harus memiliki 3 (tiga) Guru:

1.    Guru Spiritual. Siapa yang bisa kita jadikan guru spiritual, kalau ummat Islam bisa memiliki ustadz/ustadzah, murabbi untuk liqo rutin, dan siapapun yang memiliki kemampuan lebih dari kita dalam sisi spiritual.

2.    Guru yang membimbing sesuai passion kita. Yap, agar kita dapat terus berkarya dalam bidang yang kita senangi, kita harus memiliki mentor untuk mengarahkan, membimbing, mengawasi dan bisa mengingatkan disaat kita mulai salah arah.

3.    Guru kehidupan. Guru terbaik adalah pengalaman, iya bukan? Nah kita bisa belajar banyak hikmah kehidupan dari banyal kisah ataupun pengalaman diri kita sendiri maupun orang lain. Ingat, diambil hikmahnya ya bukan dibuat jadi penyesalan.


Yang kedua, bagi aku, kamu, kita atau kalian yang sudah mengalami beratnya menjadi anak broken home kita bisa mencoba belajar untuk melakukan 3 (tiga) hal berikut:
1.   Helicopter View
Melihat sesuatu dari banyak sisi, mencoba memposisikan diri menjadi orang lain agar kita bisa berpikir jernih, bertindak tepat tanpa merugikan diri sendiri maupun orang lain. Intinya, jangan merasa menjadi orang yang paling di dzalimi saat menjadi anak yang berada dalam keluarga broken home. Salah atu caranya adalah dengan memperbanyak syukur, melihat ke bawah karena masih banyak yang tidak bisa seperti kita bahkan Rasulullah SAW. pun sudah ditinggal oleh ayahnya saat didalam kandungan bukan? Beruntunglah kita masih diberi kesempatan sampai detik ini karena masih bisa bertemu dengan keluarga meskipun tak bersama, bersyukurlah masih diberi kesempatan untuk bisa memperbaiki diri kita.
2.   Harus support orang tua
Anak dengan keluarga broken home pasti pernah mengalami keadaan dimana kita menyalahkan orangtua atas kondisi ini bukan? Cukup! Mereka pun tidak ingin, mereka pun berat harus memutuskan untuk berpisah, jangan menambah beban mereka dengan menjadi anak yang tidak baik. Sadarkah kita? Hanya Allah dan keluargalah yang tidak akan pernah meninggalkan kita dalam kondisi apapun. Jadilah anak yang bisa menenangkan hati orangtua kita, bukan menjadi anak menambah beban hidup mereka. Sudah cukup! Ayolah, kita sama-sama belajar. Mencoba berbuat adil kepada orangtua kita. Ingatkah kita salah satu do’a yang akan terus mengalir adalah do’a anak yang shaleh/shalihah? Ya, karena kita harus percaya juga bahwa satu hal yang bisa merubah takdir adalah do’a. Bagaimana do’a kita dapat terkabul jika kita tidak berusaha untuk menjadi anak yang shaleh/shalihah?
Mulai saat ini, setelah membaca ini kita harus bisa belajar menguatkan orangtua kita, menenangkan hatinya bahwa anaknya baik-baik saja, bahwa setiap ujian pasti ada hikmahnya, bantu mereka untuk bangkit. Bismillah, pasti bisa!
3.   Maksimalkan waktu kita untuk berbakti kepada pintu syurga kita, iya kedua orang tua kita.
Kita tidak akan pernah tahu sampai kapan kita diberikan amanah untuk bisa berbakti kepada kedua orang tua. Maka dari itu, selagi masih bisa ayo dimaksimalkan. Dengan cara apapun yang kita bisa, sesederhana apapun itu orangtua kita akan sangat senang jika anaknya menyempatkan waktu sibuknya untuk sekedar bertanya kabar, sudah makan atau belum, sedang ada dimana, atau menyempatkan pulang untuk melihat senyumnya secara langsung, mencium tangannya dan meminta do’a restunya saat hendak bepergian. Indah bukan?


Yang terakhir, kita bisa menerapkan 7 Habits of Highly Effective People by Stephen R. Curry

1.    Be Proactive (Menjadi Proaktif)
Proaktif disini berarti kita harus selalu bisa berpikir sebelum bertindak. Mempertimbangkan baik buruknya atas segala tindakan yang akan kita lakukan.

2.    Begin with the end in mind (Memulai sesuatu dengan memikirkan tujuan akhir)

ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Umar radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

Nah, sudah sering dengar bukan hadits tersebut? Maka dari itu, setiap kita akan melakukan sesuatu harus dipikirkan dengan baik tujuan kita itu apasih? Apakah untuk mendapatkan ridha Allah atau malah punya tujuan lain yang malah bisa menjauhkan kita dari Allah? Naudzubillahimindzalik..
Yuk maksimalkan resolusi kita di tahun ini, ditata ulang tujuan hidup kita, jadikan diri ini lebih bermanfaat bagi banyak orang.

3.    Put first things first (Utamakan apa yang seharusnya di utamakan)
Skala prioritas. Pasti anak kuliah sering banget membahas ini saat dihadapkan dengan banyak tanggungjawab di kampus, organisasi, lingkungan, dan banyak hal. Lakukan sesuatu yang memang menjadi prioritas hidup kita. Jika sudah, maka segera selesaikan yang lain.
“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (QS. Al-Insyirah: 7)

4.    Think win-win (berpikir win to win)
Saat kita menjadi bagian dari sebuah organisasi atau komunitas, jangan hanya berpikir kita akan dapat apa dari sana. Tapi kita bisa memberikan manfaat apa terhadap orang lain atau lingkungan, bukan hanya ingin diuntungkan saja. Tetaplah menebar kebaikan, menebar manfaat karena kita tidak akan tahu amal baik mana yang akan membawa kita menuju surga.

5.    Seek to be Understand, then to be understood (Mencoba untuk memahami terlebih dahulu, sebelum meminta untuk dipahami)

6.    Synergized, menjadi bagian dari komunitas yang membawa kita kepada kebaikan adalah hal yang sangat dibutuhkan. Memiliki teman-teman yang selalu mengingatkan dalam kebaikan, sharing, saling memberikan semangat dan banyak lagi.
7.    Sharpen the Saw (Pertajam/asah kemampuan yang kita miliki)

Seperti yang sering aku katakan, menulis adalah caraku untuk menasihati diri sendiri. Tulisan ini bukan untuk menggurui, hanya ingin berbagi semangat bagi aku, kamu, kita atau kalian yang pernah mengalami hal yang sama. Semoga bermanfaat, jika ada yang kurang tepat mohon untuk bisa dibenarkan ya. Sarah sangat menerima komentar, kritik dan saran. Ayo kita saling mengingatkan dalam kebaikan! Jangan pernah bosan untuk berbuat baik dan tetaplah berdo’a. Syukron telah membaca tulisanku ini J

Jadi, bagaimana dengan mimpimu? Selamat dan Semangat berikhtiar!!!


Kajian ini dilaksanakan pada hari Ahad, 13 Januari 2018 di Masjid Istiqomah Kota Bandung. Pematerinya adalah Teh Anisa Rutami (Teh Ica), dirangkum dan sedikit dibumbui oleh Sarah hehehe
Jazakillah Teh Ica yang begitu menginspirasi, semoga kita bisa berjumpa lagi di tempat dan waktu yang berbeda. In syaa Allah, aamiin.. Barakallah.

Comments

Popular posts from this blog

Operasi Odontektomi, Sakit Gak Sih?

Makalah Lanjut Usia Terlantar